Flutter: satu codebase, satu mesin render, dan UI yang konsisten
Flutter menggambar UI sendiri lewat Skia: performa tinggi, konsistensi lintas platform, dan kontrol penuh atas layout/paint.

Ada momen ketika kamu membangun fitur di Android, menyalinnya ke iOS, lalu memperbaiki satu per satu keanehan kecil yang tak mau sama—gesture berbeda, font rendering sedikit meleset, komponen native yang tak seragam. Flutter masuk seperti pemain baru yang bilang: "bagaimana kalau kita gambar semuanya sendiri?" Bukan lewat WebView, bukan jembatan JavaScript ke native, tapi mesin render (Skia) yang menggambar piksel demi piksel.
Bedanya yang Paling Terasa
Di React Native, kamu bernegosiasi dengan komponen native melalui bridge. Performanya bisa bagus, tapi selalu ada potensi bottleneck komunikasi. Flutter memotong negosiasi itu: widget → Skia → GPU. Saat kamu bikin animasi 60/120 fps, kamu merasakan kontrol penuh atas layout/paint. Hasilnya seragam—Android, iOS, web, desktop—karena aturan mainnya kamu yang bawa.
Di Balik Layar
Flutter mengompilasi Dart ke dua mode: JIT untuk hot reload (developer senang, iterasi cepat) dan AOT untuk rilis (startup tajam, performa stabil). Untuk kerjaan berat, kamu punya Isolates (mirip thread tapi memori terpisah) dan FFI bila perlu menyentuh pustaka C/C++. Butuh memanggil fitur native? Platform Channels membuka pintu ke Swift/Kotlin untuk hal-hal seperti NFC, ARKit, atau low-level sensor.
State Management dan Testing
State management? Pilih racunmu: Provider yang sederhana, Riverpod yang compile-safe, BLoC untuk alur event yang rapi. Navigator 2.0 memuaskan penggila routing deklaratif dan deep-link rumit. Testing? Dari unit sampai golden test snapshot UI, semuanya terasa "resmi" dan terintegrasi.
Dibanding Kompetitor
Flutter seperti chef yang bawa kompor sendiri. Ionic/Cordova mengandalkan WebView—cukup untuk CRUD sederhana, tapi gestur/animasi sering terasa "web-ish". React Native menang ekosistem JavaScript dan kematangan community, namun bridge bisa jadi batu sandungan di fitur tertentu. Flutter komprominya jelas: performa tinggi dan UI konsisten sebagai bawaan, dengan harga berupa ukuran binary yang sedikit lebih besar dan tampilan yang "Flutter-ish" (yang, jujur, kini bisa di-styling mendekati native).
Kapan Memilih Flutter
Kalau kamu startup yang mengejar time-to-market tanpa menggadaikan halusnya UI, Flutter menawarkan jalur lurus: satu codebase, rilis ke mana pun. Dan buat produk yang visual-first—dashboard interaktif, aplikasi finansial dengan animasi mulus, hingga desain sistem kustom—itulah habitat alaminya.